Rabu, 26 Oktober 2016

Beberapa Syubhat Tentang Sifat Istiwa Allah di Atas 'Arsy dan Jawabannya

Allah Ta’ala memiliki sifat Al ‘Uluw yaitu Maha Tinggi, dan dengan ke-Maha Tinggi-an-Nya Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy. Istiwa artinya ‘alaa was taqarra, tinggi dan menetap. Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy artinya Allah Maha Tinggi menetap di atas ‘Arsy. Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Ar Rahman (Allah) ber-istiwa di atas ‘Arsy” (QS. Thaha: 5).
Namun aqidah ini diingkari oleh sebagian orang. Mereka mengingkari bahwa Allah memiliki sifat Al ‘Uluw Maha Tinggi dan mereka juga mengingkari bahwa Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy.

Minggu, 23 Oktober 2016

Sihir dalam Pandangan Islam

Dunia sihir dan perdukunan telah tersebar di tengah-tengah masyarakat, mulai dari masyarakat desa hingga menjamah ke daerah kota. Mulai dari sihir pelet,santet, dan “aji-aji” lainnya. Berbagai komentar dan cara pandang pun mulai bermunculan terkait masalah tukang sihir dan ‘antek-antek’-nya. Sebagai seorang muslim, tidaklah kita memandang sesuatu melainkan dengan kaca mata syariat, terlebih dalam perkara-perkara ghaib, seperti sihir dan yang semisalnya. Marilah kita melihat bagaimanakah syariat Islam yang mulia ini memandang dunia sihir dan ‘antek-antek’-nya.

Rabu, 19 Oktober 2016

MEMAHAMI RUQYAH


 Manusia dalam mempertahankan hidupnya (survive) atau dalam persaingannya membutuhkanjaminan dan dukungan keamanan, kekuatan, perlindungan, jaminan rejeki (baca: ekonomi), kesehatan, kepandaian, kewibawaan/daya pengaruh dsb. Segala cara dan upaya dilakukan untuk memperoleh hal itu. Terlebih jika sedang membutuhkan solusi ‘mendesak’, maka apapun dapat dilakukannya demi mempertahankan dan memenangkan persaingannya tersebut.
Diantara cara yang ditempuh oleh manusia untuk memperoleh jaminan dan dukungan itu adalah dengan mengandalkan ‘jalan gaib’ baik dalam bentuk sesuatu yang dibaca (kan), dituliskan (kan), berupa benda yang dibawa/dipakai/ disimpan, laku ritual tertentu, yang dimakan/diminum, olah nafas/ gerak tertentu dsb. Semua itu terkait erat dengan bentuk-bentuk pengembangan berikutnya dari aktivitas yang berhubungan dengan RUQYAH.
Ruqyah atau mantera (jawa : suwuk, jopa-japu) sudah ada sejak sebelum RosuluLLah saw diutus. Keberadaannya dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Hanya saja Islam melarang setiap hal yang mendatangkan kerugian dan kesesatan, sekalipun hal itu ‘dibutuhkan’. Islam menggantikan setiapkebutuhan yang dilarang itu dengan sesuatu yang halal yang lebih baik dan menjamin kebahagiaan hidup selamanya. Mantera-mantera (Ruqyah) untuk perlindungan atau penyembuhan – baik yang jelaske-syirik-annya maupun yang samar-samar – adalah suatu yang dilarang, sekalipun ‘seolah-olah’ mendatangkan hasil.  Dalam sebuah riwayat shohih diberitakan,
عَنْ عَوْفٍ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قـال : كُنَّا نَرْقِي فِى الْجَـاهِلِيَّةِ، فَقُلْنـَا يـَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى بِذلِكَ ؟  فَقَالَ : أَعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَـأْسَ بِالرُّقْيَةِ مَالَمْ تَكُنْ شِرْكـاً (رواه مسلم)
Dari sahabat ‘Auf bin Malik ra dia berkata : Kami dahulu meruqyah di masa Jahiliyyah, maka kami bertanya : “Ya RosuluLLah, bagaimana menurut pendapatmu ?” Beliau menjawab : “Tunjukkan padaku Ruqyah (mantera) kalian itu. Tidak mengapa mantera itu selama tidak mengandung kesyirikan” (HR. Muslim).
Meruqyah dengan cara yang sesuai dengan kaidah syari’at (الرُّقْيَةُ الشَّرْعِِيَّة) tidak hanya dikhususkan terhadap permasalahan yang berhubungan dengan Jin atau Sihir saja. Terbukti dari beberapa do’a Ruqyah yang diajarkan Nabi saw banyak yang berhubungan dengan penyakit-penyakit pada umumnya termasuk luka-luka, ‘keracunan’ dsb. ALLAH swt menurunkan Al-Quran yang diantara fungsinya adalah sebagai SYIFAA’ (obat/ penyembuh) terhadap penyakit serta gangguan secara umum.
Praktek ruqyah dapat dilakukan baik secara individul atau secara massal yang disetarakan dengan pengobatan massal. Beberapa ulama dalam kitab-kitab hadits mereka (seperti Imam Al-Bukhori, At Tirmidzi dan Abu Dawud) memberi penjelasan tentang Ruqyah dalam Bab At Thibb (Pengobatan). Dalam praktek Ruqyah Syar’iyyah (individual atau secara massal) inilah nilai-nilai dakwah dengan menanamkan kebersihan Aqidah dan ke-shohihan ibadah secara hikmah dapat kita sampaikan dan mau’izhoh hasanah secara efektif bisa kita ungkapkan(الرُّقْيَةُ الدَّعْوِيَّة) .
Meruqyah juga tidak dikhususkan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu. Bagaimanapun juga Ruqyah adalah salah satu warisan RosuluLLah SAW kepada semua umatnya sebagaimana ajaran-ajaran beliau yang lain. Selama syarat-syarat sebagai muslim yang ‘baik’ secara minimal dapat kita penuhi, insya ALLAH kita semua dapat meruqyah. Syarat-syarat (minimal) tersebut adalah Bersih Aqidah kita dan Benar Ibadah kita sesuai yang diajarkan oleh RosuluLLah saw.
Semoga semakin banyaklah kaum muslimin yang bisa melakukan peruqyahan syar’iyyah, paling tidak untuk diri sendiri dan keluarganya. Dengan demikian semakin banyak pula masyarakat kita yangterselamatkan dan mau meninggalkan ruqyah-ruqyah syirkiyyah (terapi yang mengandung kesyirikan) dengan beralih kepada Ruqyah Syar’iyyah. Dan semoga masyarakat kita dapat merasakan hidup berkah yang sebenarnya setelah terlepas dari kekeliruan-kekeliruannya tersebut. Amin.


Definisi Ruqyah
Secara bahasa, AR-RUQYAH (الرُّقْيَةُ) bentuk jamaknya AR-RUQO (الرُّقَي) artinya Jampi, Mantera, Suwuk,Rapal. Sedangkan secara istilah ungkapan yang digunakan sebagai mantera untuk kesembuhan, perlindungan/penjagaan, penguatan, kelancaran, kemudahan, dst.

Jenis Ruqyah

1.   Ruqyah Syirkiyyah/Jahiliyyahالرُّقْيَةُ الشِّرْكِيَّةُ : Ruqyah/mantera yang keseluruhan atau sebagiannya mengandung kesyirikan/kejahiliyahan atau tidak sesuai dengan syari’at Islam.
2.   Ruqyah Syar’iyyah  الرُّقْيَةُ الشَّرْعِيَّةُ : Ruqyah/mantera yang diperbolehkan dan sesuai dengan kaidah syari’at Islam.
عَنْ عَوْفٍ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قـال : كُنَّا نَرْقِي فِى الْجَـاهِلِيَّةِ، فَقُلْنـَا يـَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى بِذلِكَ ؟  فَقَالَ : أَعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَـأْسَ بِالرُّقَى مَالَمْ يَكُنْ شِرْكـاً (رواه مسلم)
Dari sahabat ‘Auf bin Malik ra dia berkata : Kami dahulu meruqyah di masa Jahiliyyah, maka kami bertanya : “Ya RosuluLLah, bagaimana menurut pendapatmu ?” Beliau menjawab : “Tunjukkan padaku Ruqyah (mantera) kalian itu. Tidak mengapa mantera itu selama tidak mengandung kesyirikan” (HR. Muslim).

1.   RuqyahDa’wiyyah  الرُّقْيَةُ الدَّعْوِيَّة: Ruqyah/mantera Syar’iyyah yang pelaksanaannya lebih mengutamakan aspek2 dan kaidah2 serta target2 da’wah disamping berfungsi sebagai terapi itu sendiri.
Diantara definisi Ruqyah (Syar’iyyah) dari segi keilmuan :
هى علم من أجل العلوم وهى يدخل فيها كل ماهو من القرآن الكريم  ومن السنة النبوية المطهرة
وهو ان الراقى يستخدم آيات الله ويؤمن ويوقن به ايقان شديد فى تاثيرها فى المريض
Ruqyah merupakan suatu ilmu dari bagian ilmu-ilmu yang di dalamnya mengandung segala hal yang berasal dari Al-Quran yang Mulia dan Sunnah Nabawiyah yang Suci.
Dan bahwa orang yang meruqyah (الراقىmenggunakan ayat-ayat ALLAH swt (dan do’a-do’a Nabi) dengan penuh keimanan dan keyakinan yang sangat kuat (bahwa dengan izin ALLAH ayat dan do’a itu) memberi dampak kebaikan kepada orang yang sakit (penderita).
والرقية تعالج كل الامراض الروحية من سحر ومس وحسد وسواس نفسى وغيرهاوتعالج العديد من الامراض العضوية وتزيل الامراض الخبيثة مثل السرطانات وفيروس الكبدى وغيرها .
Ruqyah meng-ilaj penyakit-penyakit Ruhiyyah (sihir, kesurupan, hasad, was-was dsb) selain itu pula meng-ilaj beberapa penyakit ‘udhwiyyah (fisik) serta menghilangkan penyakit buruk lainnya seperti kanker, virus lever (hepatitis) dsb
Perbedaan Pendapat terhadap Hadits-hadits tentang Ruqyah
1.   Yang cenderung melarang atau menghindar dari Ruqyah diantaranya bersandar kepada beberapa hadits berikut (dan sejenisnya) :
أحاديث النهي عن الرقي :
1.   عن جابر رضي الله عنه قال : نهي رسول الله صلى لله عليه و سلَم عن الرُّقي  (رواه مسلم)
“Dari sahabat Jabir r.a berkata : RasuluLlah saw telah melarang Ruqyah” (HR. Muslim)
1.   عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى لله عليه و سلَم : إنّ الرقى و التِّوالة شِرْكٌ  (رواه حاكم و صححه – المستدرك، كتاب الطب)
“Dari Ibn Mas’ud r.a berkata : Bersabda RasuluLLah saw : Sesungguhnya Ruqyah dan Tiwalah (sejenis ‘pelet’) adalah perbuatan Syirik” (HR. Hakim)
1.   عن ابن عباس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى لله عليه و سلَم : ” يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ، قَالُوا وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هُمُ الَّذِينَ لا يَكْتَوُونَ وَلا يَسْتَرْقُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (رواه الشيخان)
و في رواية عند مسلم : هُمُ الَّذِينَ لا يرقون وَلا يَسْتَرْقُونَ  ولا يتطيّرون ولا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Dari Ibn Abbas ra, dia berkata: Telah bersabda RasuluLLah saw : Akan masuk surga tanpa hisab dari umatku sebanyak 70 ribu orang. Para sahabat bertanya, siapakah mereka itu ya RasuluLLah ? Beliau bersabda : mereka itu adalah orang-orang yang tidak minta di-kay dan tidak minta diruqyah dan mereka bertawakkal kepada Robb mereka. (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam riwayat Imam Muslim : “mereka itu yang tidak meruqyah dan tidak minta diruqyah tidak tathoyyur, tidak minta di-kay dan mereka bertawakkal kepada Robb mereka”.
1.   Yang menganggap Ruqyah sebagai contoh yang dilakukan oleh Nabi saw dan para sahabatnya :
أحاديث ترخّص بالرقية و تأمر بها :
1.         عن عائشة رضي الله عنها قالت : أمرني رسول الله صلى لله عليه و سلَم أن أسترقي من العين (متفق عليه)
Dari  A’isyah ra dia berkata : RasuluLLah saw telah memerintahkan kami agar meruqyah orang yang terkena gangguan ‘ain (HR. Muttafaun ‘alaih)
2.         عن أمّ سلمة رضي الله عنها أن النبي صلى لله عليه و سلَم  رأى فى بيتها جارية و فى وجهها سَفْعَةً ، فقال : إسترقوا لها، فإن بها النظرة (متفق عليه)
Dari Ummu Salamah ra (mengabarkan) bahwa Nabi saw melihat di rumahnya (Ummu Salamah) ada seorang  wanita yang diwajahnya ada saf’ah (cekungan hitam di sekitar matanya) maka beliau bersabda : Lakukanlah Ruqyah untuknya (wanita itu) karena dia ada terkena gangguan (nazhoroh/’ain) – HR. Muttafaqun ‘alaih.
3.         عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال : كان صلى لله عليه و سلَم يتعوّذ من الجان و عين الإنسان حتى نزلت المعوّذتان، فأخذ بهما و ترك ما سواهما (رواه الترمذي)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra berkata : Bahwa RasuluLLah saw senantiasa minta perlindungan dari gannguan jin dan ‘Ain hingga akhirnya turun dua surat perlindungan (Al Falaq dan An Naas), maka sejak itu dipakailah keduanya dan dia tinggalkan yang lainnya (HR. At Tirmidzi)
4.         عن جابر رضي الله عنه قال نهي رسول الله صلى لله عليه و سلَم عن الرُّقي  فجاء آل عمرو بن حزم، فقالوا : يا رسول الله إنّه كانت عندنا رقية نرقى بها من العقرب، قال : فعرضوا عليه، فقال : ما أرى بـأساً، من استطاع أن ينفع أخاه فلينفعه (رواه مسلم)
Dari Jabir ra berkata : RasuluLlah saw telah melarang Ruqyah. Maka datanglah keluarga ‘Amru bin Hazm, mereka berkata : Yaa RosulaLLah bahwa kami memiliki Ruqyah (mantera) yang biasa kami lakukan jika terkena gangguan kalajengking. Maka mereka menunjukkankan (Ruqyah itu) kepada RasuluLLah saw. Lalu beliau bersabda : saya memandang tidak apa-apa ruqyah kalian itu. Barangsiapa yang mampu memberi manfaat bagi saudaranya, maka lakukanlah. (HR. Muslim)
5.         عَنْ عَوْفٍ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قـال : كُنَّا نَرْقِي فِى الْجَـاهِلِيَّةِ، فَقُلْنـَا يـَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى بِذلِكَ ؟  فَقَالَ : أَعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَـأْسَ بِالرُّقَى مَالَمْ يَكُنْ شِرْكـاً (رواه مسلم)
Dari sahabat ‘Auf bin Malik ra dia berkata : Kami dahulu meruqyah di masa Jahiliyyah, maka kami bertanya : “Ya RosuluLLah, bagaimana menurut pendapatmu ?” Beliau menjawab : “Tunjukkan padaku Ruqyah (mantera) kalian itu. Tidak mengapa mantera itu selama tidak mengandung kesyirikan” (HR. Muslim).
6.         عن عائشة رضي الله عنها أنها قالت : كان إذا اشتكى رسول الله صلى لله عليه و سلَم، رقاه جبريل عليه السلام، قال : بِسْمِ اللهِ يُبْرِيْكَ مِنْ كُلِّ دآءٍ يَشْفِيْكَ، وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذاَ حَسَدٍ وَ شَرِّ كُلِّ ذِيْ عَيْنٍ      (رواه مسلم)
“Dari  A’isyah ra dia berkata : Bahwa jika RasuluLLah saw ada keluhan (sakit/gangguan) maka malaikat Jibril meruqyah beliau saw dengan kalimat : Dengan nama ALLAH – Dia membebaskanmu dari segala gangguan penyakit Dia menyembuhkanmu dan dari kejahatan para penghasud ketika hasadnya dan dari kejahatan setiap gangguan mata” (HR. Muslim)
7.         عن عائشة رضي الله عنها : أن رسول الله  صلى لله عليه و سلَم  دخل عليها امرأة تعالجها أو ترقيها فقال : عالجيها بكتاب الله  (رواه ابن حبـان)
8.         وعَنْ أَبِي خُزَامَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ رُقًى نَسْتَرْقِيهَا وَدَوَاءً نَتَدَاوَى بِهِ وَتُقَاةً نَتَّقِيهَا هَلْ تَرُدُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ شَيْئًا قَالَ هِيَ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ. (حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ  رواه الترمذي)
Dari  Abu Khuzamah ra dari bapaknya dia berkata : Aku bertanya kepada RasuluLLah saw telah : Ya RosulaLLah bagaimana pandangan engkau terhadap Ruqyah-ruqyah yang kami melakukan peruqyahan dengannya dan obat-obatan yang kami melakukan pengobatan dengannya dan perlindungan-perlindungan yang kami melakukan dengannya, apakah itu semua bisa menolak takdir ALLAH ? Jawab beliau saw : Semua itu adalah (juga) takdir ALLAH. (HR. At Tirmidzi, hasan-shohih)
9.         والحديث الذي رواه أحمد عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم  فَسَمِعَ صَوْتَ صَبِيٍّ يَبْكِي فَقَالَ مَا لِصَبِيِّكُمْ هَذَا يَبْكِي فَهَلا اسْتَرْقَيْتُمْ لَهُ مِنَ الْعَيْنِ. وفي رواية مالك في موطئه عن عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  دَخَلَ بَيْتَ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم  وَفِي الْبَيْتِ صَبِيٌّ يَبْكِي فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ بِهِ الْعَيْنَ قَالَ عُرْوَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  أَلا تَسْتَرْقُونَ لَهُ مِنَ الْعَيْنِ؟
Dengan memahami bahwa sebelum masa diutusnya RasuluLLah saw, sebagian sahabat dahulu pada masa Jahiliyah sudah melakukan Ruqyah, Tamimah, Kay, Tathoyyur, Tiwalah, Nusyroh dsb, maka yang dimaksud pelarangan Ruqyah itu adalah pelarangan terhadap Ruqyah Jahiliyyah yang mengandung kesyirikan sebagaimana kebiasaan lainnya yang terlarang itu dan yang dilarang itu bukanlah Ruqyah Syar’iyyah  yang RosuluLLah saw sendiri pernah diruqyah dan meruqyah dengan Ruqyah tersebut, dan Ruqyah itu diajarkan kepada isteri-isteri beliau dan para sahabat lainnya, bahkan sahabat-sahabatnya yang dahulu pernah meruqyah tetap didorong untuk terus melakukan kemampuan meruqyah tersebut dengan dibenahi cara meruqyah sesuai kaidah-kaidah syar’iyyah.
يقول الشيخ عبد العزيز بن باز بأن الاسترقاء لمن احتاج له لا يخرج المسلم من اللحاق بالسبعين ألفا حيث أنه مـحتاج للرقية ، ويرى حفظه الله تعالى استحباب العلاج من المرض.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz berpendapat bahwa memintakan Ruqyah bagi yang membutuhkannya tidak menyebabkan seorang muslim tidak memperoleh (kesempatan) termasuk 70 ribu orang (yang dijamin masuk surga tanpa hisab) beliaupun – hafizhohuLLah – berpandangan bahwa “disukai” melakukan pengobatan dari derita penyakit.
Sebagai tambahan, berikut ini beberapa penjelasan dari beberapa sumber :
وفي كتاب  فتح القدير عند شرح المؤلف لحديث من اكتوى أو استرقى فقد  برء مـنالتوكل ، لفعلهمايسنالتنـزهعنهمنالاكتواءلخطرهوالاسترقاء بمالايعرفمنكتاباللهلاحتمالكونهشركاأوهذافيمنفعلمعتمداًعليهالاعلىاللهفصاربذلكبريئاًمنالتوكل، فإنفقدذلكلميكنبريئاًمنه، وقدسبقأنالكيلايتركمطلقاًولايستعملمطلقاًبلعندتعينهطريقاًللشقاءوعدمقيامغيرهمقامهمعمصاحبةاعتقادأنالشفاءبإذناللّهتعالىوالتوكلعليه ، وقالابنقتيبةالكينوعانكيالصحيحلئلايعتلفهذاالذيقيلفيهمناكتوىلميتوكللأنهيريدأنيدفعالقدروالقدرلايدافع.والثانيكيالجرحإذافسدوالعضوإذاقطعفهوالذيشرعالتداويفيهفإنكانلأمرمحتملفخلافالأولىلمافيهمنتعجيلالتعذيببالنارلأمرغيرمحقق.
وقيل المراد بترك الرقى والكي الاعتماد على الله في دفع الداء والرضا بقدره ، لا القدح في جواز ذلك لثبوت وقوعه في الأحاديث الصحيحة وعن السلف الصالح ، لكن مقام الرضا والتسليم أعلى من تعاطي الأسباب ، يقول الحافظ في تعليقه على الحديث نقلا عن القرطبي : إن الرقى بأسماء الله تعالى تقتضي التوكل عليه والالتجاء إليه والرغبة فيما عنده والتبرك بأسمائه ، فلو كان ذلك قادحاً في التوكل لقدح الدعاء ، إذ لا فرق بين الذكر والدعاء ، وقد رُقي النبي صلى الله عليه وسلم ورَقى وفعله السلف والخلف ، فلو كان مانعا من اللحاق بالسبعين أو قادحا في التوكل لم يقع من هؤلاء وفيهم من هو أعلم وأفضل ممن عداهم .ا.هـ.
Kaidah dalam Ruqyah
قال إبن حجر رحمه الله نقلاً عن الإمام النواوي رحمه الله تعالى : أجمع العلمآء على جواز الرقى عند اجتماع ثلاثة شروط :
1.   أن تكون بكلام الله أو بأسمآئه و صفاته (والأدعية النبويّة).
2.   أن تكون باللسان العربي، أو يعرف معناه من غيره.
3.   أن يعتقد أن الرقية لا تؤثر بذاتها بل بذات الله تعالى.
Ibn Hajar mengutip pendapat Imam Nawawi rahimahuLLah : “Ijma’ Ulama sepakat bahwa boleh melakukan Ruqyah dengan memenuhi 3 syarat” :
1.   Hendaklah dilakukakan dengan kalamuLLah atau Asamaa_ dan SifatNya.
2.   Hendaklah dengan bahasa arab atau bahasa lain yang dimengerti (yang tidak mengandung kesyirikan).
3.   Berkeyakinan bahwa bukanlah pelaksanaan ruqyah itu semata-mata yang memberi pengaruh tetapi ALLAH swt yang memberikannya